QUO VADIS KOTA – KOTA BESAR DI INDONESIA: MENYUSUN STRATEGI REVITALISASI KOTA YANG LEBIH BERKELANJUTAN DI INDONESIA
Oleh:
Tanuwidjaja, Gunawan.1
1 MSc. Environmental Management (NUS), S.T. (ITB)
Urban Planner & Researcher
Green Impact Indonesia
Integrated Urban, Drainage and Environmental Planning and Design
Email: gunteitb@yahoo.com
Website: https://greenimpactindo.wordpress.com/
Untuk Media Massa Utama di Indonesia
Pengantar
Menanggapi tentang pertanyaan beberapa Media Massa mengenai Isu Pembangunan Apartemen Bersubsidi di Kota Jakarta dan Seminar Nasional UK Petra, Arsitektur [di] Kota “Hidup dan Berkehidupan di Surabaya” 27 Mei 2010, kami mencoba mengumpulkan pemikiran – pemikiran kami berkaitan dengan Revitalisasi Kota yang Lebih Berkelanjutan di Indonesia / “More Sustainable Urban Revitalisation in Indonesia”.
Paper ini memang ditujukan untuk memberikan saran bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kota – Kota Besar di Indonesia dalam menyikapi pertambahan sekitar 90 juta orang di Kota – Kota Besar Indonesia dalam jangka waktu 20 tahun mendatang yang diungkapkan oleh Dr Ing. Jo Santoso yang diungkapkan pada Seminar UK Petra tsb.[1]
Populasi dunia yang meningkat dari 2.521 milyar pada tahun 1950 menjadi 6.782 milyar pada 2009, menunjukkan ancaman pertumbuhan populasi terhadap daya dukung perkotaan. Selanjutnya peningkatan populasi urban dari 30% pada 1950 menjadi 50% pada 2007. [2] Hal ini telah juga menyebabkan tekanan berat pada kawasan perkotaan dan terjadinya “urban sprawling”/ perkembangan kota secara horisontal yang tidak terkendali. Dan hal ini selanjutnya diprediksi akan menghasilkan Kota – Kota Mega atau “Mega Cities” di negara negara berkembang. Diperkirakan 60 Kota Mega akan muncul pada 2015, seperti Singapura, Hong Kong, Jakarta, Mumbai, Bangkok and Manila (Schultz, 2006).[3]
Bagaimana dengan Kota – Kota Besar di Indonesia? dengan pertambahan sekitar 90 juta total penduduk di dalam kota – kota ini menurut Dr. Jo Santoso di atas, maka perkembangan kota akan semakin padat, semakin kumuh serta semakin sulit dikendalikan. Tentu saja hal ini perlu diantisipasi dengan strategi yang menyeluruh, terintegrasi serta aplikatif dengan kondisi di Indonesia. Solusi inilah yang ingin kami paparkan lebih lanjut.
Strategi Revitalisasi Kota yang Lebih Berkelanjutan di Indonesia
Penanganan Revitalisasi Kota yang Berkelanjutan di Indonesia perlu dilakukan dengan mengamati kondisi yang ada di kota – kota kita. Kota kita yang tersegregasi karena penataan kota pada Jaman Kolonial, Jaman Orde Lama, Orde Baru dan saat ini akan sulit diubah tanpa melibatkan partisipasi masyarakatnya. Karena itu permasalahan perkotaan di Indonesia tidak akan dapat dipecahkan secara instan. Hal ini disebabkan karena faktor – faktor seperti:
Menurut hemat kami, penyebab utama dari masalah di atas ialah: [4]
- Berubah – ubahnya atau tidak adanya visi pembangunan jangka panjang;
- Pendeknya waktu untuk Perencanaan Tata Ruang Terintegrasi dan Desain Infrastruktur yang menyebabkan tidak terintegrasinya Kota;
- Tidak adanya Studi Kelayakan Lahan sebelum perencanaan dan pembangunan;
- Lemahnya Studi Kelayakan Sosial-Ekonomi dalam pembangunan;
- Rendahnya kemampuan Pemerintah untuk mendanai pembangunan infrastruktur kota;
- Pendekatan pembangunan secara sektoral karena tingginya “ego” setiap instansi pemerintah;
- Lemahnya kapasitas institusi dan lemahnya kontrol dalam pembangunan kota;
- Rendahnya partisipasi masyarakat karena tingginya konflik politik antara para Investor dan instansi – instansi Pemerintah.
Jika kita evaluasi permasalahan di atas maka terlihat begitu peliknya permasalahan Kota – Kota di Indonesia. Mungkin pernyataaan ini malah menimbulkan keputusasaan dari pengamat Perkotaan. Tetapi sebaliknya dengan keterbatasan di atas, maka kita dapat menyusun sebuah Strategi Revitalisasi Kota yang Lebih Berkelanjutan di Indonesia. Konsep baru yang berbeda dengan konsep Revitalisasi Kota di negara maju seperti Singapura, Eropa, Amerika. Selain itu juga mempertimbangkan diversitas atau ke-Bhinneka-an masyarakat Indonesia.
Secara teoritis memang tetap diperlukan sebuah upaya Perencanaan Tata Ruang Komprehensif berbasis Ekologis yaitu: “Perencanaan yang mempertimbangkan kondisi keanekaragaman hayati (kondisi ekologi), kapasitas atau daya dukung lingkungan (kondisi fisik lainnya) serta kondisi sosial-ekonomi yang mempengaruhi kawasan. Kemudian di dalam prosesnya perencanaan infrastruktur lainnya seperti tata air, transportasi masal, pengelolaan limbah dan sampah, konservasi energi, dan lain-lain harus diintegrasikan. Serta melibatkan peran serta para pemegang kepentingan (stakeholders) dlm penentuan tata ruang tsb.” [5]
Konsep di atas tetap harus dilakukan walaupun membutuhkan waktu, sumber daya profesional yang cakap serta ketersediaan data sekunder. Kami melihat Rencana Tata Ruang Terintegrasi ini sangat diperlukan untuk menjaga pembangunan Kota menuju arah yang berkelanjutan. Selain itu perlu dicatat bahwa kepentingan masyarakat perlu diwadahi dalam perencanaan agar Rencana ini dapat dilaksanakan sebaik mungkin dan dengan konflik sosial yang seminimal mungkin.
Proses ini dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: [6]
- Sosialisasi dan Workshop bersama Stakeholders kota (untuk menggali permasalahan, potensi, aspirasi dan kemungkinan solusi untuk permasalahan tersebut);
- Menentukan Visi Perencanaan Tata Ruang (atau Revisi Visi yang ada);
- Survai dan Pengumpulan Data Sekunder (termasuk data Ekonomi, Sosial dan Lingkungan yang sangat mempengaruhi Daya Dukung Kawasan);
- Analisa Kelayakan Lahan (terutama terkait dengan infrastruktur yang harus disediakan oleh Pemerintah);
- Analisa Perencanaan Tata Ruang dan Infrastruktur yang ada (terutama Sistem Transportasi Masal, Tata Air, Jaringan Jalan, Jaringan Listrik, Jaringan Telekomunikasi);
- Studi Kelayakan Ekonomi (terutama untuk infrastruktur yang cukup “mahal” untuk diterapkan);
- Analisa SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats terkait dengan Daya Dukung Kawasan Kota);
- Persiapan Konsep Tata Ruang;
- Persiapan Konsep Infrastruktur (Transportasi Masal, Jaringan Jalan, Perumahan, Tata Air, Jaringan Infrastruktur yang lain);
- Integrasi Tata Ruang dan Infrastruktur lainnya;
- Diskusi dengan Klien (melibatkan seluruh Stakeholders Kota);
- Revisi Konsep;
- Perencanaan Infrastruktur dan Detail Engineering Design.
Untuk memperjelas penerapan ini kami mengambil kasus Jabodetabekjur. Perlu dilakukan kajian ulang mengenai kelayakan lahan dan keadaan sosial-ekonomi sebelum dilakukan penyusunan RTRW Jakarta 2030. Permasalahan yang ada ternyata waktu penyusunan ini begitu singkat, sedangkan begitu banyak stakeholders yang ingin terlibat. Sementara itu Bappeda Provinsi DKI Jakarta dapat diduga enggan melibatkan masyarakat umum untuk memberikan masukan. Walau hal ini akhirnya memang dapat diatasi, absennya Kajian Lingkungan Hidup Strategis dan data sosial-ekonomi maka nampaknya draft RTRW 2030 diduga tidak layak dan optimal. [7]
Bahkan reklamasi lahan di Jakarta Utara, rencana penanganan banjir dengan polder dan pengembangan jaringan transportasi masal akan menemui kegagalan karena kurangnya perhatian terhadap detail permasalahan di Jakarta. Selain itu koordinasi penataan ruang dengan pemerintah lain di Jabodetabekjur juga nampaknya belum efektif. Hal ini disebabkan diduga karena begitu tingginya “ego” Gubernur dan Bappeda Provinsi DKI Jakarta. Hal ini menunjukkan permasalahan klise di Kota – Kota Indonesia.
Selanjutnya, perlu dilakukan langkah – langkah untuk menerjemahkan Rencana Tata Ruang (RTR) Terintegrasi tersebut. Hal ini diawali dengan perlunya pembicaraan terbuka dengan Stakeholders terkait. Contoh nyata yang dapat diambil ialah di RW 11, Kelurahan Cibangkong Bandung. Dengan fasilitasi Direktorat Jenderal Cipta Karya dan ASPEK Bandung, pembangunan di RW tersebut dapat dilakukan dengan lebih berkelanjutan dengan tahapan sbb: [8]
- Penjajakan Awal kepada tokoh – tokoh Masyarakat;
- Sosialisasi kepada seluruh warga;
- Survey Kampung Sendiri & Lokakarya Mini untuk memperdalam kajian terhadap permasalahan di kawasan tersebut;
- Perencanaan Partisipatif untuk Tata Ruang Kelurahan atau infrastruktur lokal;
- Lokakarya Antar Pelaku dengan Pemda, Swasta dan Perguruan Tinggi dll;
- Implementasi Penanganan Masalah berbasis Masyarakat;
- Pengelolaan Pembangunan berbasis Masyarakat.
Belajar dari kasus tersebut, berbagai Forum Kota dapat difasilitasi oleh Pemda untuk menarik permasalahan serta aspirasi masyarakat. Menurut tata aturan saat ini telah ada Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) secara bertahap di level Kelurahan, Kecamatan dan Kota. Tentu saja hal ini cukup baik. Tetapi sayangnya saat ini Musrenbang ini masih bersifat formalitas yang diduga tidak berdampak signifikan. Pihak – pihak yang terkait di dalam Musrenbang selama ini diduga direkayasa untuk mendukung Rencana Tata Ruang yang ada dan diduga mengabaikan “Common Sense” Masyarakat Umum.
Sebaliknya Forum Kota juga pernah diterapkan di Forum Gelar Kota Bandung untuk memecahkan beberapa isu Perkotaan seperti : Isu Perumahan, Isu Sampah dan Isu Pedangang Kaki Lima (PKL). Hal ini dilihat cukup efektif dan mewakili. Kami juga melihat dikembangkannya model Seminar atau Workshop tetapi menggunakan dana dan metode yang lebih “merakyat” alias “ bukan membuang – buang dana saja.” [9]
Masukan atau aspirasi ini dapat dilanjutkan dengan menentukan/ merevisi Visi Perencanaan Tata Ruang; survai dan pengumpulan data sekunder; analisa kelayakan lahan; analisa perencanaan tata ruang dan infrastruktur yang ada; studi kelayakan ekonomi dan analisa SWOT. Proses ini bisa ditangani oleh Konsultan yang berpengalaman dan berkapasitas dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) terintegrasi dan modern. Hal ini diduga menjadi kelemahan Perencanaan Tata Ruang di Indonesia. SIG yang terintegrasi dapat mendukung pengambilan keputusan Pemda dan menjadi cara untuk menampilkan data secara jelas untuk Stakeholders lain terutama masyarakat.
Sebagai contoh penerapan SIG, Sistem ini dapat menampilkan peta permasalahan seperti banjir, peta daya dukung lahan seperti penurunan tanah dan peta kepadatan penduduk. Dari 3 peta tersebut maka kita dapat melihat daerah mana yang seharusnya menjadi prioritas penanganan banjir yang segera harus dilakukan dan tidak dapat dibebani lagi dengan populasi tambahan, Contoh kawasan ini terlihat pada Jakarta Utara (seperti Pluit, Kelapa Gading dan Cakung). Sehingga seharusnya populasi kawasan seperti ini harus dibatasi bahkan dikurangi. Hal ini yang rupanya tidak disadari oleh Pemda seperti Pemda Provinsi DKI Jakarta. [10]
Selanjutnya Rencana Tata Ruang (RTR) harus disiapkan dengan jasa profesional yang baik. Dengan menggunakan software yang akurat seperti Autocad dan ArcGIS (SIG yang lain juga dapat digunakan). Dengan tahap ini diharapkan maka RTR yang dihasilkan akan menjadi baik dan akurat. Seluruh infrastruktur juga harus digambar dan dicantumkan agar RTR ini dapat dievaluasi keterkaitannya dengan daya dukung infrastrukturnya.
Sebagai contohnya keterkaitan RTR dengan Software penyusunnya, dengan ArcView (versi ArcGIS yang lebih lama) kami pernah mengevaluasi kelayakan lahan Kota Bandar Seri Bintan (BSB). Dan menemukan bahwa kawasan Selatan BSB tidak layak untuk dikembangkan karena daya dukung tanah yang rendah dan terdapatnya kawasan ekologi yang penting. Sebaliknya terdapat kawasan Utara BSB dapat dikembangkan. Dan kami dapat menghasilkan RTR dengan lebih akurat dan ramah lingkungan dengan menggunakan software tersebut. Hal ini menekankan pentingnya software yang digunakan. [11]
Setelah RTR dan Konsep Infrastruktur dihasilkan, maka pertemuan dengan Stakeholders dapat dilakukan untuk melihat penerimaan Masyarakat, Swasta dan pihak – phak lain terhadap hal ini. Bahkan RTR ini dapat dipamerkan serta ditampilkan di website untuk mendapatkan masukan dari publik.
Setelah direvisi dengan integrasi aspirasi masyarakat, terakhir RTR ini harus juga dievaluasi dampak sosial – ekonominya seperti:
- Mengurangi dampak sosial – ekonomi penggusuran kawasan masyarakat;
- Menerapkan integrasi Sistem Transportasi Masal dengan Perumahan Berkepadatan Tinggi;
- Mengurangi besarnya investasi infrastruktur yang “mahal” dengan menerapkan infrastruktur yang “Low Cost, Low Tech, Low Negative Impact Development” atau “Murah, Teknologi Sederhana dan Berdampak Rendah dari Sisi Negatif terhadap Lingkungan”
- Meningkatkan / mewadahi interaksi sosial masyarakat yang positif seperti ibadah, olahraga dll.
- Mengurangi vandalisme atau perusakkan terhadap infrastruktur yang ada.
Terakhir karena banyak kawasan di Kota Kota besar di Indonesia merupakan kawasan permukiman kumuh, maka penerapan RTR terintegrasi harus memperhatikan strategi reviltalisasi kawasan permukiman kumuh dengan pendekatan partisipatif seperti kasus RW 11 Kelurahan Cibangkong. [12] Hal ini yang diduga sangat sulit diterapkan di Indonesia karena pendeknya waktu pembangunan, tingginya “ego” investor dan Pemda, dan rendahnya pemahaman pentingnya partisipasi masyarakat. Dengan strategi ini, maka konflik yang membawa banyak korban seperti Kasus Priok baru – baru ini dapat dihindari.
Kesimpulan
Dengan peliknya permasalahan Kota – Kota di Indonesia, diperlukan sebuah Strategi Revitalisasi Kota yang Lebih Berkelanjutan di Indonesia. Konsep baru yang berbeda dengan konsep Revitalisasi Kota di negara maju karena kondisi sosial – ekonomi Indonesia yang spesial. Sebaliknya masing – masing Stakeholders harus mau bekerjasama dan terbuka satu sama lain agar Rencana Tata Ruang dapat diterapkan dengan baik.
Dan karena banyak kawasan di Kota Kota besar di Indonesia merupakan kawasan permukiman kumuh, RTR terintegrasi harus memperhatikan strategi reviltalisasi kawasan permukiman kumuh yang partisipatif. Dengan tahapan
- Penjajakan Awal kepada tokoh – tokoh Masyarakat;
- Sosialisasi kepada seluruh warga;
- Survey Kampung Sendiri & Lokakarya Mini untuk memperdalam kajian terhadap permasalahan di kawasan tersebut;
- Perencanaan Partisipatif untuk Tata Ruang Kelurahan atau infrastruktur lokal;
- Lokakarya Antar Pelaku dengan Pemda, Swasta dan Perguruan Tinggi dll;
- Implementasi Penanganan Masalah berbasis Masyarakat;
- Pengelolaan Pembangunan berbasis Masyarakat.
Kami berharap agar tulisan ini dapat memberikan banyak masukkan bagi Pemda dan seluruh pihak terkait dalam pengembangan Kota – Kota di Indonesia.
The Writer’s CV
I. Personal Information
Full name | : Gunawan Tanuwidjaja |
: gunteitb@yahoo.com | |
website | : https://greenimpactindo.wordpress.com/ |
Mobile Phone | : +62 812 212 208 42 (Indonesia) |
Place of Birth | : Bandung |
Date of Birth | : 08 of August 1978 |
Sex | : Male |
Nationality | : Indonesian |
Mother Language | : Indonesian |
Language Skill | : Indonesian, English |
II. Education Backgrounds
Formal Education
Name of Institution | City/ Country | Study Time (Months/ Years) | Graduated from (Month and Year) | Specialization | GPA |
National University of Singapore | Singapore | 1 year | October 2006 | MSc Environment Management | 3.86from scale of 5 |
Bandung Institute of Technology (Institut Teknologi Bandung) | Bandung / Indonesia | 5 years | July of 2001 | Bachelor of Architecture | 2.73from scale of 4 |
III. Informal Education
Study Time (Years) | Name of Institution | Course Name & Specialization |
2008 | Singapore Institute of Planner | Spatial Planning for a Sustainable Singapore (1-day seminar) |
2008 | Lee Kuan Yew School Of Public Policy | “Lessons Not to Learn from American Cities” by Prof Alan Altshuler (Half-day seminar) |
2007 | National University of Singapore, Faculty of Engineering, PAC (Professional Activities Centre) | Short Course On “A – Z Of Oil & Gas To Petrochemicals (3-days seminar) |
2007 | Singapore Institute of Planner | Destination Resorts, The Next Wave(1-day seminar) |
2007 | Singapore Institute of Planner, Malaysia Institute of Planner and Universiti Kebangsaan Malaysia | Seminar of Planning of Iskandar Development Region (1-day seminar) |
2001 | The British Institute | IELTS Preparation Course |
2000 | Language Center ITB | English Writing Course |
1999 | Gradasi Bulletin Student Union of Architecture Gunadharma ( IMA-Gunadharma) | Journalistic Training |
1997 | Architecture Department ITB | AutoCad R14 Training |
1993-1995 | Saint Angela’s English Course | English Course level C6 to C11 |
1990-1992 | Saint Angela’s English Course | English Course level J2 to J5 |
IV. Working Experience
Name of Institute/Companies | City/ Countries | Position | Job Description | Contract Periods |
Green Impact Indonesia Integrated Urban, Drainage and Environmental Planning Consultant | Bandung | Manager | Team Leader and Urban Planner | March 2003 to now |
Agency for Research and Development, Institute of Water Resources, Ministry of Public Works, Republic of Indonesia, | Bandung | Urban Planning and Management Expert | Assistant | October 2008 to now |
Jurong Consultants Pte Ltd., Planning Division | Singapore | Planner | Physical Planner | November 2006 to October 2008 |
National Parks Board, Republic of Singapore | Singapore | Intern | Researcher | July 2006 to Aug 2006 |
Agency for Research and Development, Institute of Water Resources, Ministry of Public Works, Republic of Indonesia, | Bandung/ Indonesia | Junior Researcher | GIS Expert Assistant (Arc View 3.2), in Polder Team | Jan 2005 – Aug 2005 |
Satyamitra Jasapuri Engineering | Bandung/ Indonesia | Junior Architect, Estimator | House, Factory and Café Design | Aug 2003 – Dec 2004 |
PT. Trinitas Buana Utama | Bandung/ Indonesia | Junior Architect | Apartment Design | Aug 2002 – Aug 2003 |
PT. Imesco Dito | Jakarta/ Indonesia | Junior Architect | Junior Architect | Jan 2002 – Aug 2002 |
COMBINE | Bandung/ Indonesia | Junior Researcher | Urban Development Research, especially on Urban Garbage Management | Aug 2001 – Jan 2002 |
CV. Cipta Bina Sarana | Bandung/ Indonesia | Work Trainee | Junior Architect | May – July 2001 |
ASPEK | Bandung/ Indonesia | Program Facilitator Community Recovery Program (CRP-HUI) in RW 11, Cibangkong District | Garbage Management , Mechanism Making and Controlling of Cooperative Credit Unit | Jan 2000 – Aug 2001 |
V. Research, Planning and Design Works
Name of Project | Position | Year |
Under Green Impact Indonesia | ||
Assistance for Directorate of Spatial Planning, Public Works Department (2009), Sustainable Urban Improvement Program (SUSIP) – Executive Presentation | Team Leader and Urban Planner | Dec 2009 |
Drainage Master Plan Revitalisation in Summarecon, Kelapa Gading, Jakarta, Indonesia | Team Leader and Urban Planner | Apr – Dec 2009 |
Hospital Preliminary Design and Study in Pangalengan, West Java, Indonesia (Proposal to KPBS, Milk Producer Cooperative in Pangalengan) | Team Leader and Senior Architect | Apr – Aug 2009 |
Community Based Development Revitalisation in PT Newmont Nusa Tenggara, Sumba, Nusa Tenggara Barat, Indonesia (Proposal) | Team Leader and Environmentalist | Aug 2009 |
Traditional Market Mapping, GIS Database and Analysis in the framework of Implementing Presidential Decree No 112/2007 on Development of Traditional Market and Relocation of Modern Market in Indonesia (Proposal to Ministry of Trade of Republic of Indonesia) | Team Leader and Urban Planner | Aug 2009 |
Integrated Water Resources Management Plan for Barangkal River, sub catchment of Brantas River Basin, in relation with Social Aspect and Institution Capacity Building (Proposal to JICA) | Team Leader and Environmentalist | Aug 2009 |
“9 Pearl” Elementary School in Bandung | Team Leader and Architect | 2003 |
Proposal 99’ers Radio School (Proposal) | Team Leader and Architect | 2003 |
Under Jurong Consultants Pte Ltd. | ||
Preliminary Study and Brief Development Concept of QEZ3, Petrochemical Complex, Qatar | Planner | 2007 to 2008 |
Dera Bassi Detailed Master Plan, Greater Mohali Area, Punjab, India | Planner | 2007 to 2008 |
Libya Africa Economic City | Planner | 2007 to 2008 |
Wonogiri Industrial Park, Indonesia (Guanxi State Farm – Biofuel Plant) | Planner | 2007 to 2008 |
Master Plan An Tay Industrial Service Centre | Planner | 2007 |
Master Plan Zhangzhou Waterfront City, China | Assistant Planner | 2006-2007 |
Master Plan AMRL International Tech City, Tamil Nadu, India | Assistant Planner | 2007 |
With MSc Environmental Management Program | ||
“Neotiewpia” Eco Village Master Plan in Kranji Singapore | Planner & Environmentalist | 2006 |
Under SJP Engineering | ||
BTC Café | Junior Architect | 2004 |
Kopomas Factory | Junior Architect | 2004 |
Private Houses Bandung | Junior Architect, Design Development | 2003 – 2004 |
Under PT. Trinitas Buana Utama | ||
Rental Houses in Bandung | Studio Coordinator | 2002 – 2003 |
Bukit Resik Exclusive Aparment | Studio Coordinator | 2002 – 2003 |
Site Plan “S. Parman” Elite Housing | Studio Coordinator | 2002 |
Under PT. Imesco Dito | ||
Private Houses in Jakarta | Junior Architect | 2002 |
Freelance Project | ||
Cibangkong Low Cost Housing, Bandung Indonesia | Final Year Student | 2001 |
Design Development of KARANG SETRA Hotel, Spa and Cottages, Bandung Indonesia under Cipta Bina Sarana | Junior Architect, Design Development | 2001 |
Master Plan of Cipulir Housing Site Plan, Jakarta under Prof Ir. Danisworo | Junior Architect | 2001 |
VI. Awards, Prestige, Activities, and Publication
Awards/ Prestige | Best Dissertation Prizes from Shell, MEM National University of Singapore, 2006-2007Shell Grant Bursary Holder in MEM National University of Singapore, 2005-2006Second Champion of Design Competition of Informal Traders Stand held by The Municipal\ Government of Kota Bandung, Praksis dan IMA-Gunadharma ITB Year 2001 |
Activities | Bandung Independent Living Center (BILIC)2003 – 2004 : Voluntary Attendant for Difable (Disable) Person2003 : Coordinator Research Team in Accessibility Issue for Difable (Disable) Person in Several Location in Bandung
Forum Gelar Kota Bandung (City Development Discussion Forum) 2002 : Forum Gelar Kota Secretariat 2001 : Junior Researcher Ikatan Mahasiswa Arsitektur Gunadharma ITB (Gunadharma Student Union of Architecture Department of ITB) 2001 Member of Legislative Bodies of IMA – Gunadharma Member of Sustainable Human Settlement Discussion Group Coordinator of TOR Team of Sustainable Human Settlement Seminar 1999 – 2000 Coordinator of Gradasi (Architecture Bulletin of IMA-G) OSIS SMAK I BPK Penabur (Student Union of BPK Penabur Senior High School) OSIS SMP St Aloysius (Student Union of St Aloysius Junior High School) |
Publications | Integration of Sustainable Planning Policy and Design of Low-Cost Apartment, in the Context of Sustainable Urban Development, National Seminar of Low-Cost Apartment, Maranatha University, Bandung, Indonesia, 2009.Bamboos as Sustainable and Affordable Material for Housing as one of alternatife material of Low-Cost Apartment, National Seminar of Low-Cost Apartment, Maranatha University, Bandung, Indonesia, 2009.Guidelines for Developing Polder System in Indonesia, Agency for Research and Development, Institute of Water Resources, Ministry of Public Works, Republic of Indonesia, 2008-2009.
Developing a Landscape Evaluation Tool for Developing Countries, Case Studies Bintan Island, Indonesia, MSc Environment Management Program, National University of Singapore (Best Dissertation Award) Report of Research in Accessibility Issue for Difable (Disable) Person in Several Location in Bandung Reports of Bandung Urban Discussion Forum on Urban Solid Waste Management, January 2002. Reports of Bandung Urban Discussion Forum in Housing Needs, August 2001. Thesis of Design Studio, Case of Low Economy Flat for Cibangkong Village, Bandung, Indonesia (Kelurahan Cibangkong), Theme Pattern Language Architecture Seminar Report of Housing Development Based on Low Economy People. |
[1] SANTOSO, Jo, Proses Urbanisasi dalam Konteks Globalisasi: Surabaya, dipresentasikan dalam Seminar Nasional UK Petra, Arsitektur [di] Kota “Hidup dan Berkehidupan di Surabaya” 27 Mei 2010
[2] http://www.census.gov/ipc/www/popclockworld.html, estimated by United States Census Bureau on 5th September 2009;
http://au.encarta.msn.com/encyclopedia_1461501471/Population_Explosion.html;
[3] Schultz, Bart (2006), Opportunities and Threats for Lowland Development, Concepts for Water Management, Flood Protection and Multifunctional Land-Use. In Proceedings of the 9th Inter-Regional Conference on Environment-Water, 17 – 19 May, 2006.
[4] CK-Net Indonesia (2007), Work Program of ToT IWRM & Climate Change; dengan pengembangan oleh Tanuwidjaja,G.
[5] Tanuwidjaja, Gunawan and Malone-Lee, Lai Choo (2009), Applying Integrated Ecological Planning and Adaptive Landscape Evaluation Tool for Developing Countries in the Framework of Sustainable Spatial Planning and Development, Study Case Bintan Island, Indonesia, In Proceedings of International Seminar Positioning Planning in Global Crises, Bandung November 2009, Department of Regional and City Planning, School of Architecture, Planning and Policy Development, Institut Teknologi Bandung
[6] ibid.
[7] www.thejakartapost.com/print/242740
http://www.thejakartapost.com/print/242437
[8] Maman Hidayat. dkk, PPT Pemberdayaan Masyarat di Kelurahan Cibangkong, Kecamatan Batununggal, Bandung, Jawa Barat.
[9] Departemen Arsitektur ITB dan COMBINE, (2001), Laporan Forum Gelar Kota Bandung tentang Masalah Permukiman di Bandung, (Architecture Department ITB and COMBINE(2001), Report of Bandung City Forum on Housing Problem in Bandung)
ITB, PPLH dan COMBINE, (2002), Laporan Forum Gelar Kota Bandung tentang Masalah Sampah di Bandung (ITB, PPLH and COMBINE (2002), Report of Bandung City Forum on Solid Waste Problem in Bandung)
ITB, PPLH dan COMBINE, (2002), Laporan Forum Gelar Kota Bandung tentang Masalah Pedagang Kaki Lima di Bandung (ITB and COMBINE (2002), Report of Bandung City Forum on Informal Traders in Bandung)
[10] Green Impact Indonesia (d/h Gunawan & Rekan) (2009), Laporan Upaya Penanganan Tata Air SKG, untuk Summarecon Kelapa Gading (copyrights SKG).
Tanuwidjaja, G., Widjaya, J.M., (2010) Creative Collaboration in Urban Polder in Jakarta, in the Framework of Integrated Water Management, In Proceedings of Arte-Polis 3 International Conference on Creative Collaboration and the Making of Place, School of Architecture, Planning and Policy Development, Institut Teknologi Bandung.
http://www.fig.net/pub/vietnam/papers/ts06f/ts06f_abidin_etal_3491.pdf
[11] Op.Cit. 5
[12] Op.Cit. 7
Link PDF:
http://www.scribd.com/doc/33557751/20100626-Quo-Vadis-Kota-Kota-Besar-Di-Indonesia
Tinggalkan komentar Batalkan balasan
Tulisan Terakhir
- SHARING PH.D. TOPIC AND SCHOLARSHIPS FINDING FOR KEMENSETNEG – GII
- Bedah Buku Living and Learning in Dignity – 10 Feb 22 – GII
- Seminar Teknik Sipil, Ruang Publik dan Infrastruktur yang Inklusif – GII
- NGOBROL PINTAR PB – Inclusive Disaster Management – GII
- GRIYA KATA TALK – 3 Sep 2021
- Panduan IsoMan Covid-19
- Kolaborasi C4KM4D dan Green Impact Indo
- Paper AAS – The Great Benefits of Green Schools Implementation in the USA
- LINKS FROM IG AND FB-2
- Kuliah Tamu Desain Inklusi dalam Desain Interior dengan Dept Desain Interior ITS
Kategori
Senarai Blog
Arsip
- Februari 2022
- Januari 2022
- November 2021
- Oktober 2021
- September 2021
- Juli 2021
- Mei 2021
- April 2021
- Januari 2021
- November 2020
- Oktober 2020
- September 2020
- Juni 2020
- Maret 2018
- Januari 2018
- Oktober 2017
- Agustus 2017
- Juli 2017
- April 2017
- November 2016
- November 2014
- Agustus 2014
- Juli 2014
- Juni 2014
- Januari 2014
- Desember 2013
- Agustus 2013
- Juli 2013
- Mei 2013
- Januari 2013
- November 2012
- Agustus 2012
- Juli 2012
- Juni 2012
- April 2012
- Maret 2012
- Januari 2012
- November 2011
- September 2011
- Agustus 2011
- Mei 2011
- Februari 2011
- Desember 2010
- November 2010
- Juli 2010
- Juni 2010
- Mei 2010
- April 2010
- Maret 2010
- Januari 2010
Konsepsi yang telah ada selama ini sebenarnya sudah cukup baik dengan berbagai pedoman, study dll yang telah ada spt peran serat masyarakat, perencanaan berbasis masyarakat, partisipasi masyarakat, akuntabilitas, tansparansi dll. Tapi satu penyakit besar adalah konsistensi dan komitmen dari top leader melaksanakan perencanaan yang sudah ada. masih lebih baik perencanaan yang kurang baik tapi dilaksanakan secara konsekwen daripada perencanaan yang baik tapi tidak dilaksanakan secra konsisten. Persoalannya bagaimana membangun komitmen top leader, yang memahami resiko yang terjadi. Disamping tentunya juga perlu pembelajaran kepada semua lapisanmasyarakat tentang tata ruang dan arti penting konsistensi. Sebenarnya , bisa banyak lagi yang bisa ditambahkan hal lain namun prioritasnya adalah konsistensi dan komitmen. Alisjahbana
Terimakasih Bpk Alisjahbana sudah memberikan masukkan. Saya setuju dimulai dengan komitmen para pemimpin. Dilanjutkan dengan reformasi birokrasi perencanaan ruang dan dibantu oleh penyadaran Masyarakat Umum dengan LSM dan KSM. Kami percaya bahwa sosialisasi pedoman2 ini masih belum merata. Terlihat dengan kasus RTRW Jakarta yang kurang memperhatikan hal ini.
Terimakasih
Salam
Gunawan
thanks for ur articles 🙂
Artikel nya Ajiiiiiiiiiiiiiiiibbbbbb.
Terimakasih untuk apresiasinya Pak
Semoga ada yang bisa mendengar dan menerima masukkan seperti ini
Salam
Gunawan